[KLARIFIKASI] Penjelasan Soal RT di Sangatta Utara Pukuli Warga Terkait KKS, Versi Fi dan Kerabat RT

Ilustrasi

KRONIKKALTIM.COM – Kejadian pemukulan oleh seorang ketua rukun tetangga (RT) terhadap warga di kawasan Jl Durian, Desa Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim), Kaltim, telah masuk laporan ke Polres Kutim. Pelapor, perempuan berinisial Fi (41), kembali memberi klarifikasi tentang kronologis. Begitu juga pihak RT, seorang kerabatnya turut memberi penjelasan.

Fi menjelaskan, awalnya seorang nenek mendapatkan kartu keluarga sejahtera (KKS), yang mengambilnya di kantor Desa Sangatta Utara (tempat Fi bekerja).

“Saya tanya, neneknya naik apa ke kantor desa? Dia jawab, jalan kaki saja,” terang Fi.

“Lalu saya ajak supaya ikut dengan saya saja nek, tapi sebelum jam 9 sudah harus ke rumah saya, dan nenek setuju,” lanjutnya.

“Alhamdulillah, kata nenek itu, karena tidak jalan kaki,” tambah Fi lagi.

Tapi, menurut Fi, Pak RT kemudian justru marah ketika tahu bahwa nenek tersebut dibawa oleh Fi.

“Saya telpon Pak RT itu, dan saya disuruh ke rumahnya. Jadi saya ke rumahnya bersama nenek itu. Tapi setiba saya di rumahnya, saya malah dipukul oleh RT,” terang Fi lagi.

Menurut Fi, nenek tersebut juga memiliki hubungan kekeluargaan dengan dirinya.

“Saya dipukul bukan di kantor, tapi di rumah RT. Saya tak tahu mau dipukul. Seandainya tau, tak mungkin saya ke rumahnya,” ucap dia.

Hingga kini, Ketua RT di Desa Sangatta Utara yang terlibat kasus pemukulan tersebut masih belum bisa dihubungi. Namun salah satu kerabat dekatnya yang juga salah satu RT Sangatta Utara, mencoba memberi sedikit pencerahan.

“Saya sudah datang ke rumah beliau (RT) belum lama ini, dan dia memang sedang pusing. Ini adalah masalah yang mungkin telah berlarut, karena beliau katanya sudah lama mengurus nenek tersebut,” ungkap lelaki yang tak mau disebutkan namanya itu.

Menurutnya, awalnya si nenek hanya memiliki “kartu kuning” (kartu identitas zaman dulu sebelum adanya KTP elektronik). Namun karena sudah datang ke dirinya, RT tersebut mau mengupayakan menguruskan pembuatan KTP elektronik (KPT el).

Lantaran si nenek beralamat di luar wilayah RT yang dinaungi dirinya, KTP el dibuatkan dengan menggunakan alamat rumah milik si RT. Hitung-hitung si nenek juga sudah dianggap seperti orang tua sendiri oleh Pak RT tersebut.

Urusan itu pun berlanjut. Si nenek diuruskan untuk membuat KKS. Kebetulan, urusan tersebut juga berada di kantor desa setempat.

“Jadi dia (RT) terkejut melihat si nenek dibawa oleh Fi ke rumahnya, karena dia merasa selama ini dirinya yang telah menguruskan berbagai keperluannya. Sementara Fi dianggapnya seolah-olah mengklaim telah menguruskan si nenek. Mungkin di situ dia jadi emosi,” ungkap lelaki itu.

Diketahui, pihak Polres Kutim sampai saat ini masih menawarkan mediasi damai di antara kedua pihak mengenai kejadian tersebut. (ash/ersa).