Mantap, Kades Swarga Bara Raih Hadiah Berangkat dengan Kementerian PPPA ke New York

Muhammad Yamani, Kepala Desa Swarga Bara, saat menerima piagam pengahragaan sebagai peran desa pembangunan yang responsive gender tahun 2019 di Semarang, pada 22 Desember 2019 (Ist)

KRONIKKALTIM.COM – Kepala Desa (Kades)Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur, Kaltim Muhammad Yamani bakal diberangkatkan ke New York, Amerika Serikat (AS) karena dinilai memiliki anggaran desa yang responsif terhadap gender.

Ia rencananya diberangkatkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebagai penghargaan untuknya.

Sebab, tahun 2019 lalu, Yamani mengalokasikan 30 persen dari Dana Desa (DD) untuk kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Desa Swarga Bara.

“Rencananya pada 7 Maret mendatang Pak Muhammad Yamani akan diikutkan dalam sidang tahunan CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) di New York, AS, ” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kutim dr Aisyah, Rabu (19/2/2020) kemarin.

Dia menjelaskan pada peringatan Hari Peringatan Ibu (HPI) ke-91 di Semarang, Jateng pada 22 Desember 2019, tiga kepala desa di Indonesia menerima piagam penghargaan dalam kategori “Peran Desa Pembangunan yang Responsif Gender tahun 2019”.

Salah satunya adalah Kades Swarga Bara, Kabupaten Kutim Muhammad Yamani.

Dua Kades lainnya yakni Kades Lambangsari, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Pipit Haryanti dan Kepala Kampung Kwade, Kecamatan Moraid, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Muhammad Safi Blesia.

Menurut Aisyah, penghargaan tersebut diberikan karena Kades Swarga Bara, Kabupaten Kutim Muhammad Yamani telah mengalokasikan 30 persen dari Dana Desa (DD) untuk kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di desanya.

“Ini semestinya menjadi inspirasi bagi kades-kades lainnya agar memerhatikan kebutuhan kaum hawa,” katanya.

Aisyah berharap akan lebih banyak lagi Kepala Desa di Kutim yang mengalokasikan anggaran desa yang responsif gender, sehingga makin banyak perempuan mendapatkan hak-hak nya hingga di tingkat desa.

“Pembangunan harusnya bukan hanya bangunan secara fisik, tapi SDM juga perlu diperhatikan. Kebutuhan perempuan seperti ketrampilan dan ilmu pengatahuan. Dalam hal ini 10 Pokja di PKK bisa terpebuhi, agar dapat menghasilkan SDM yang lebih baik kedepannya,” ucap Aisyah.

Misalnya, kata dia, seperti masalah “stunting” (kekerdilan anak) di mana yang harusnya mengerti adalah ibunya.

“Kalau seorang ibu tidak punya ilmu bagaimana mau mendidik generasi yang diharapkan ke depan lebih baik lagi.” pungkas Aisyah (*)