Kritik JHT BPJS Baru Bisa Dicairkan di Usia 56 Tahun, FSP KEP SPSI: Zalim!

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.

Kronikkaltim.com – Aturan baru yaitu Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) memantik reaksi dan kritikan pedas sejumlah pihak. Tak terkecuali Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI).

Permenaker tersebut ditandatangani ini oleh Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah. Dalam beleid itu, terdapat satu pasal yang menjadi sorotan. Yaitu manfaat JHT akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) berusia 56 tahun.

Ketua Bidang Soliditas dan Solidaritas Pimpinan Pusat FSP KEP SPSI, Edi Suherdi menyatakan, peraturan baru tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk ke zaliman terhadap buruh dan pekerja tanah air.

“Zalim karena Permenaker ini sangat merugikan masyarakat buruh dan pekerja Indonesia,” ucap Edi Suherdi saat dihubungi kronikkaltim.com, Minggu (13/2/2021).

Ketua Bidang Soliditas dan Solidaritas PP FSP KEP SPSI, Edi Suherdi

Edi Suherdi pun mengajak semua perangkat pengurus FSP KEP SPSI di seluruh tingkatan, baik PD, PC hingga PUK untuk melakukan aksi perlawan atas peraturan baru tersebut.

“Kita meminta Menteri Tenaga Kerja untuk mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT,” terangnya.

Sementara itu, Galih Wawan Ketua V PP FSP KEP SPSI menilai peraturan baru tersebut sangat kejam bagi buruh dan keluarganya.

“Peraturan baru ini sangat kejam bagi buruh dan keluarganya,” terang Galih Wawan melalui keterangan tertulisnya.

Dikatakannya, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 ini juga sekaligus mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua. Peraturan Menteri yang telah di undangankan pada 4 Februari 2022 itu, menyebutkan dalam pasal 3 bahwa manfaat JHT baru dapat diberikan saat peserta masuk masa pesiun di usia 56 tahun.

Selanjutnya, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun itu juga termasuk peserta yang berhenti bekerja.

Dengan aturan baru itu, bagi buruh yang di PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tuanya saat usia pensiun.

“Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK. Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 triliun,” terangnya.

Padahal, lanjutnya, sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di PHK. Dikatakannya, di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja dengan begitu, bila buruh yang terkena PHK sebelum usia 56 tahun, maka harus menunggu lama sekali untuk mencairkan JHT.

Galih Wawan menegaskan bahwa Permenaker No 2 tahun 2022 harus dievaluasi dan dicabut. Sebab aturan itu merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, dia menyebut sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang terkena PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) setelah satu bulan di PHK

“Dengan demikian, Permenaker ini menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang ter-PHK yang kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil 1 bulan setelah PHK,” kata dia.

Sebagai tindak lanjut, Galih mengatakan bahwa serikat pekerja/ buruh dalam waktu dekat akan mengadakan protes keras terhadap beberapa kebijakan yang selalu membidik dan melemahkan kesejahteraan kaum buruh.(*).

Baca juga: Stafsus Menaker Beri Penjelasan Mengapa JHT Baru Cair saat Usia 56 Tahun