Aliansi Buruh Kutim Ungkap Alasan Terus Berjuang Kenaikan UMK 2022
Kronikkaltim.com – Buruh/pekerja yang tergabung dalam Aliansi Buruh/Pekerja Kutai Timur (Kutim) berpendapat, upah minimum kabupaten (UMK) Kutim 2022 tidak selaras degan kondisi daerah. Di antara alasannya, biaya hidup lebih tinggi dan ekonomi daerah bertumbuh.
“Biaya hidup di Kutim kita ini lebih tinggi dari sejumlah daerah lainnya di Kaltim, begitu juga dengan ekonomi daerah bertumbuh baik. Akan tetapi kenaikan UMK tidak naik seperti yang kami harapkan. Bahkan persentasi kenaikannya lebih rendah dari nilai UMK tahun-tahun sebelumnya, selain 2021 yang tetap karena Pandemi Covid-19, “ujar Ketua PC FSP KEP SPSI Kutim, Kamis (3/2/2022).
Saat UMK Kutim 2021 stagnan atau tetap, lanjut dia, buruh/pekerja legowo menerima karena memahami kondisi ekonomi daerah terdampak karena Pandemi. “Nah, saat ekonomi kita melonjak naik seperti sekarang ini seharusnya dibalik, dalam artian dinaikan berlipat,” tutur Ridwan.
Dikatakannya, pertumbuhan ekonomi daerah itu dapat dilihat dari kenaikan harga batu bara hingga CPO, akan tetapi persentasi kenaikan UMK Kutim 2022 ini bahkan lebih rendah pada awal Pandemi Covid-19.
Dia menyebut, kondisi Pandemi kala itu banyak dikeluhkan oleh pengusaha lantaran berdampak pada pendapatan mereka. Dengan masalah itu, menurutnya, tidak sedikit perusahaan atau pengusaha yang menjadikan alasan tersebut untuk melakukan efisiensi.
Selain itu, Ridwan juga membandingkan kenaikan UMK di sejumlah daerah lainya di Kaltim, yang mana persentasi kenaikannya lebih tinggi dibanding Kutim.
“Inilah bagian alasan mengapa Aliansi Buruh dan Pekerja Kutai Timur terus berusaha agar UMK 2022 naik,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua KASBI Kutim-Kaltim, B Aholiap Pong juga mekritisi terkait UMK Kutim 2022. Menurutnya, dalam memutuskan UMK, pihak yang terkait terlalu bias dalam mempertimbangkan. Dikatakannya, kenaikan UMK tiga tahun belakangan rata-rata sebesar 8 persen.
“Kenaikan UMK tiga tahun belakangan rata 8 persen, kenapa dewan pengupahan kok mau kenaikan UMK hanya satu persen, kata Disnakertrans juga mengikuti aturan dari pusat. Itu keputusan pusat, tapi daerah juga punya kewenangan, sebab kenaikan UMK juga ditinjau dari dua indikator yaitu inflasi dan perkembangan ekonomi daerah,” ucap pria yang karib disapa Andre itu.
Andre menilai, usulan UKM Kutim 2022 yang telah disepakati dewan pengupahan tidak berbanding lurus dengan indikator di daerah, jika dilihat dari kondisi ekonomi saat ini.
“Seharusnya pemerintah turut andil, kondisi ekonomi kita hari ini naik, harga baru bara naik, harga sawit juga naik, masa kenaikan upah hanya 1 persen,” tuturnya.
Andre mencotohkan UMK Kota Bandung Tahun 2022 yang diusulkan naik sebesar 3,12 persen dari UMK 2021. Pemerintah Kota Bandung mengusulkan kenaikan UMK Tahun 2022 sebesar Rp117.562,72 menjadi Rp3.859.838,72.
“Mereka tidak mengacu pada edaran yang keluar dari menteri, karena mereka merasa masyarakatnya butuh sejahtera dengan berani mengeluarkan rekomendasi dengan kenaikan upah itu,” ucapnya.
Sebagai informasi, Pemrov Kaltim menetapkan UMP tahun 2022 melalui keputusan Gubernur Kaltim Nomor 561/K/568/2021 sebesar Rp3.014.497. UMP Kaltim tersebut naik Rp33.118,50 atau 1,1 persen dibandingkan UMP tahun ini. Sementara UMK Kutim 2022 sebesar Rp 3.175.443 atau naik sekitar 1,86%. (Red).