Mantan Anggot DPRD Kutim Ungkap Pengalaman Terpapar Covid-19

Kronikkaltim.com – Mantan anggota DPRD Kutai Timur (Kutim), Uce Prasetyo mengungkapkan pengalamannya menghadapi penyakit Covid-19. Ia menilai pengalaman sakit tersebut amat “berbahaya”.

Dalam sebuah unggahan pada Minggu (20/6/2021), Uce mengaku sakit atau tetpapar pandemi Covid-19 merupakan pengalaman nyata baginya. Simak pemaparannya dibawa ini!!!

Sesak Nafas Covid-19
Oleh : Uce Prasetyo

Ini pengalaman nyata. Sebagian kisah, pernah saya tulis. Karena, ada kaitan. Ada yang saya tulis ulang.

Hari 1 : Rapit test negatif.
Hari 3 : X Ray hasilnya paru paru masih bagus
Hari 5 : PCR
Hari 6 : keluar hasil PCR negatif
Hari 7 : mulai sesak, lalu di X Ray lagi hasilnya PARAH.

Dokter menyatakan, Covid. Dengan dasar, gejala klinis yg sangat jelas. Bukan atas dasar, hasil PCR laboratorium.

Hari 8 : di test PCR lagi yang kedua.
Ini berarti test PCR saya yang ke empat, dibulan September 2020.
PCR I : tgl 5 September, saat pendaftaran pilkada (negatif)
PCR II : sekitar seminggu selanjutnya, saat MCU calon wakil bupati (negatif)
PCR III : saat awal di RS (negatif)
PCR IV : hari ke 8 di RS (baru positif).

Sesaknya, sangat. Nafas normal, sekitar 20x permenit. Saya, sekitar 80 – 100 x per menit. Orang normal, bernafas 1x, dalam waktu yang sama, saya 4x.

Mengapa begitu? Covid merusak kantong kantong udara (alveoli), di dalam paru. Di situ tempat oksigen, di angkut oleh sel darah. Untuk di distribusikan ke seluruh sel tubuh. Karena, bermasalah. Maka suplai oksigen ke sel sel tubuh juga tidak lancar. Dampaknya, sistem tubuh beradaptasi.

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh memerintahkan, sel darah. Si tukang angkut oksigen. Untuk ambil ret retan lebih cepat.
Dampaknya, nadi meningkat. Baring saja, Nadi saya di sekitar 125 – 135 x per menit.

Itu sama dengan orang normal, main futsal 1 jam atau lari 5 km. Baru tercapai nafas dan nadi cepat, selevel saya. Yang cuma berbaring.

Orang habis olahraga, terengah engah. Paling setelah rebah 5 menit, nafas dan nadi normal. Saya terengah engah nya selama 1,5 bulan. Parahnya, selama 2 Minggu awal.

Maka, therapy oksigen. Jadi sangat penting. Tanpa itu, mungkin sehari saja. Bisa lewat.
Dosis (sedikit banyak nya) oksigen, diberikan beragam. Disesuaikan tingkat sesaknya. Dan alat juga beragam.

Bila perlu, 1-6 liter per menit menggunakan kanule, yaitu selang yg ada 2 lubang, yang dimasukkan (dipasang) di kedua lubang hidung. Ini yg paling ringan.

Bila perlu oksigen, 5 – 8 liter permenit, pakai masker (sungkup) oksigen.

Bila perlu oksigen sekitar 15 liter permenit, pakai masker oksigen plus kantong plastik dibawahnya.

Pada waktu itu, umumnya, alat yang tersedia, baru dilevel ini.

Therapy level selanjutnya yaitu dengan alat HFNC, NIV dan dengan ventilator. Dengan ini bisa diberikan oksigen 40 – 60 liter permenit.

Dulu ada, hanya di RS besar rujukan semacam di RS AWS Samarinda. Baru baru ini, sudah tersedia juga alat tersebut di RS kabupaten.

Cerita ini, saya ketahui menjelang pulang dari RS. Oleh dokter spesialis, sudah diputuskan untuk di rujuk ke AWS. Untuk pemasangan ventilator. Untungnya, ditolak oleh spesialis RS AWS. Dengan alasan, pasien penuh dan yang pasang ventilator, hampir semua, ujung ujungnya, di “Bungkus”.

Akhirnya, saya terpaksa yg membawa berkah. Tetap dirawat di RSUD, dengan therapy oksigen 15 liter permenit. Karena alat yang ada hanya baru level itu.

Mengapa, beruntung. Setelah, keluar RS. Saya berhitung secara matematis. Kebutuhan oksigen saya minimal 15 liter per menit. Dengan tabung oksigen terbesar. Ukuran 6 M kubik. Yang tingginya sekitar 145 cm itu. Dengan dosis segitu. Sebotol habis sekitar 45 menit – 1 jam. Perjalanan ke Samarinda sekitar 4 jam. Maka perlu 4 botol besar. Ambulance, umumnya, pakai botol kecil atau yg tanggung.
Maka perlu makin banyak, sekitar 8 tabung.

Maka, ketika pasien dirujuk ke Samarinda. Kemungkinannya, bawa tabung banyak. Atau dosis pemberian oksigennya di kurangi. Hanya 1 atau 2 liter. Bila ini yg dipilih, game over nya lebih mungkin.

Maka, ketika mengetahui. Ada pejabat juga, yang kena Covid. Setelah saya. Saat itu, yang dirujuk ke Samarinda, dengan Covid berat. Lewat darat. Feeling dan kalkulasi matematis saya, mengatakan, lewat sudah.

Syukurlah, saya tetap di RSUD. Dengan therapi oksigen hingga 42 hari. Sehari habis sekitar 15 – 20 botol oksigen besar. Hingga doa saya, setelah 30 hari di rawat. Doa saya, disetiap waktu. Disetiap setelah sholat. Bukan, menang Pilkada. Pilkada sudah tak penting lagi, saat sakit. Pilkada sungguh tak sebanding, dengan urusan nyawa.

Tuhan beri saya nafas. Nafas seperti biasanya. Saya tidak bisa membayangkan. Hidup, namun tergantung dengan selang oksigen, seumur kita.

Syukurlah, doa saya terkabul.
Kembali bisa merasakan nikmatnya nafas.
Sungguh sungguh dapat menikmati.
Dapat mensyukuri, nikmatnya nafas.

Semua orang sehat, diberi anugerah nafas.
Tapi tidak semua orang, dapat anugerah, bisa menikmati dan mensyukuri nafas. Derajat (Maqom), bersyukur adalah anugerah tingkat tinggi, ada yang bilang, derajatnya lebih tinggi dari derajat anugerah takwa.

Alhamdulillah, puji Tuhan, atas anugerah pengalaman sakit kritis yang engkau berikan. Dan atas, segala takdir takdir mu untuk ku.

Bersambung….

Sangatta, 20 Juni 2021.