“Tukang Ledeng” Jadi Senator (#5) – Kedepankan Komunikasi, Tak Gentar Hadapi Premanisme
Catatan Aji Mirni Mawarni, Anggota Komite II DPD RI
SAAT memimpin PDAM Kutim, saya selalu mengedepankan komunikasi secara baik dan efektif. Saya terus membangun komunikasi dengan seluruh karyawan agar memiliki visi yang sama. Juga menjalin komunikasi dengan stakeholder daerah, terutama Pemkab dan DPRD Kutim._
Visi bersama sangat penting untuk memperbaiki mutu dan memperluas layanan air bersih bagi seluruh warga Kutim; yang juga merupakan indikator kemajuan pembangunan daerah. Keterbukaan dan transparansi sangat penting untuk tata kelola yang lebih baik.
Namun prosesnya tak selalu mudah. Ada saja tantangan yang menghadang. Pastinya, menjadi pemimpin harus tegas dan berani. Apalagi PDAM Kutim sebelumnya dikenal kental dengan kultur premanisme di dalam lingkup kepegawaian.
Untuk menghadapinya, saya harus tegas dan berani. Kalau tidak, maka situasi akan menjadi lebih sulit. Bahkan bisa jadi saya yang mereka bikin tidak betah memimpin PDAM. Situasi ini kerap terjadi di sejumlah PDAM. Pegawai yang bermasalah pasti berupaya kuat melawan pemimpin yang akan membuat PDAM menjadi lebih baik.
Terkadang pegawai-pegawai bermasalah ini terus berupaya mencari-cari kesalahan pemimpinnya, bahkan tak jarang kasak-kusuk memprovokasi. Selain keberanian dan ketegasan, menghadapi “barisan sakit hati” memerlukan modal spiritual yang mumpuni.
Saya selalu menjaga dzikir _Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir_. Selain itu, saya selalu mengingat nasihat Ibu; bahwa solusi jitu mengatasi berbagai problematika hidup adalah penyelesaian semua masalah harus kembali kepada Allah.
Dalam keseharian, saya selalu berupaya menjalin kedekatan dengan semua karyawan. Saya berikhtiar memimpin dengan hati dan selalu berdiskusi. Buah manisnya, saya banyak memahami orang-orang yang berbeda karakter dengan warna warni masalah. Pemimpin harus memahami lingkungannya, juga belajar dengan cepat dalam mengatasi dinamika permasalahan.
Apalagi urusan pelayanan publik, respons tak boleh lambat. Saya sering berada di lapangan guna mencari solusi atas masalah. Jika para karyawan sudah mampu, saya tidak terlibat jauh. Saya hanya mengevaluasi apakah solusi sudah tepat guna atau belum.
Melalui komunikasi dan upaya membangun visi bersama, kami meningkatan dan mengembangkan sistem IT. Mulai dari sistem baca meter, sistem pengadaan barang dan jasa, juga sistem pelaporan dari kantor-kantor cabang di kecamatan. Hasilnya, tercapai perbaikan signifikan.
Sistem baca meter harus diakui rentan ketidakjujuran. Kami lantas mengembangan sistem baca meter via foto yang menggunakan titik koodinat akurat. Hasilnya, ada peningkatan pendapatan 30% sampai 50%. Yang jelas, dengan sistem IT, berbagai permasalahan akan cepat diketahui.
Saya juga punya pengalaman menarik soal tarif. Karena banyak warga ingin layanan bagus, tapi biayanya harus murah. Tahun 2017, kami menaikkan tarif relatif tinggi. Membangun kesepahaman, kami menggelar dialog publik dengan narasumber saya sendiri, Perpamsi, dan BPKP Perwakilan Kaltim tentang pelayanan air bersih yang lebih baik.
Tidak banyak warga yang memahami, bahwa dibalik air yang mengalir di keran rumahnya, ada proses produksi yang panjang. Selain mekanisme teknis pengolahan dan distribusi air baku, ada perhitungan biaya pegawai, bahan kimia, listrik, solar, hingga oli untuk kelancaran operasional.
Jika tarif rendah, maka PDAM harus menunggu subsidi. Waktunya relatif panjang. Otomatis masa menunggu akan mengurangi kualitas produksi air, menyesuaikan anggaran yang ada. Sedangkan dengan tarif yang cukup, bahkan level Break Even Point (BEP), pelayanan akan bisa lebih lancar.
Terhadap mahasiswa yang berniat mendemo kenaikan tarif, saya menjelaskan secara terbuka. Dengan harga rata-rata 1 meter kubik (1.000 liter) Rp 5.000, layanan air bersih bisa dipakai mandi, wudhu, memasak, cuci baju, cuci piring, mengepel, cuci mobil dan motor oleh seluruh anggota keluarga.
Sebaliknya, sebungkus rokok harga Rp20.000 hanya dikonsumsi sendiri, plus memberikan efek mudharat bagi lingkungan sekitarnya. PDAM tidaklah asal menaikkan tarif. Ada komitmen pelayanan yang lebih baik, seiring pembenahan internal nan serius dan berkelanjutan. (*)