Ketua DPRD Kutim Kritik Pemangkasan Anggaran Pusat, Serukan Pemotongan yang Wajar

Kronikkaltim.com – Ketua DPRD Kutai Timur (Kutim), Jimmi, mengkritik keras rencana pemerintah pusat yang akan melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap anggaran Dana Transfer ke Daerah (TKD).
Hal tersebut dijelaskan karena pemotongan anggaran yang terlalu besar berpotensi mengganggu berbagai program pembangunan yang telah dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Rencana pemangkasan anggaran ini berlandaskan instruksi Presiden Prabowo Subianto, dengan target efisiensi pada dua sumber utama, yaitu TKD dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 3 Februari 2025, pemerintah berencana untuk mengurangi anggaran pada enam pos TKD dengan total efisiensi mencapai Rp 50,5 triliun.
Jimmi menegaskan bahwa pemerintah pusat belum menetapkan angka pasti untuk pemangkasan tersebut. Namun, ia berharap yang dilakukan adalah rasionalisasi, bukan pemotongan masif yang dapat mengganggu stabilitas program daerah.
“Kami menginginkan agar dana yang tersedia dapat diarahkan dengan tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan program-program yang telah disepakati bersama,” ujar Jimmi, Rabu (12/2/2025).
Jimmi menjelaskan, jika pemangkasan APBD nasional mencapai Rp 50 triliun dan dibagi rata ke 500 kabupaten/kota, maka setiap daerah hanya akan mengalami pengurangan sekitar Rp 100 miliar. Namun, jika ada pemotongan yang mencapai triliunan rupiah untuk satu daerah, hal tersebut dianggap tidak masuk akal dan bisa berpotensi menghambat berbagai program daerah.
“Nah itu kalau sampai (pemangkasan anggaran) triliunan, wah itu kita enggak bisa terima. Kami akan mendorong pemerintah daerah dan DPRD untuk meninjau kembali kebijakan ini dengan Dirjen Keuangan Daerah atau Kementerian Keuangan,” ujar Jimmi.
Jimmi juga mengingatkan dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh pemotongan anggaran secara drastis, terutama bagi visi dan misi kepala daerah terpilih yang sangat bergantung pada pertumbuhan APBD. Menurutnya, masyarakat telah memilih pemimpin dengan harapan program-program tersebut dapat direalisasikan, dan pengurangan anggaran yang tidak terukur bisa menghambat pencapaian tersebut.
“Prinsipnya, kami mengimbau agar pemerintah melakukan kajian mendalam terhadap kebijakan ini. Jika pemangkasan tetap dilakukan secara sepihak dan dalam jumlah besar, ini sama saja dengan menganulir keputusan DPRD dan pemerintah daerah yang telah menyusun anggaran dengan matang,” tegas Jimmi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mengungkapkan bahwa kebijakan refocusing anggaran yang diterapkan saat pandemi COVID-19 pada beberapa tahun lalu sebagai respons terhadap situasi darurat sudah menunjukkan contoh kebijakan yang bisa diterima. Namun, jika pemangkasan dilakukan tanpa alasan yang jelas dan mencapai angka triliunan, maka kebijakan tersebut harus disertai dengan transparansi yang jelas.
Jimmi menyarankan agar jika pemangkasan anggaran tetap harus dilakukan, sebaiknya direncanakan dengan matang dan diberlakukan mulai tahun 2026. Hal ini memberikan waktu bagi daerah untuk menyesuaikan kebijakan dan program pembangunan yang telah dirancang.
“Kalau memang harus ada pemangkasan, sebaiknya direncanakan dengan matang dan diberlakukan mulai 2026. Dengan begitu, daerah memiliki waktu untuk menyesuaikan kebijakan dan program pembangunan yang telah dirancang,” imbuh Jimmi.(*)