Kisah Pilu Karyawan PT KIN: Disekap Tanpa Bukti, Diminta Kembalikan Rp 84 Juta
Kronikkaltim.com – Di sudut mushola kecil di area perkebunan sawit PT Kemilau Indah Nusantara (KIN), Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, dua sosok lelaki duduk bersandar di dinding, memandang nanar ke langit-langit. Mereka adalah R dan L, buruh yang telah bekerja bertahun-tahun di perusahaan itu, kini terjerat dalam situasi yang tak pernah mereka bayangkan, diduga ditahan dan disekap oleh perusahaan tempat mereka menggantungkan hidup.
Sudah tujuh hari berlalu sejak mereka terakhir menginjakkan kaki di rumah. Tanpa izin untuk pulang, tanpa akses ke keluarga, mereka hanya bisa beristirahat di mushola yang tidak layak, di bawah pengawasan ketat petugas keamanan. Anak-anak mereka, di rumah, terus bertanya-tanya, “Kapan Ayah pulang?” Suara istri mereka di telepon semakin bergetar, khawatir, terlebih ketika salah satu anak jatuh sakit akibat kecemasan yang tak kunjung terjawab.
Semua ini berawal dari tuduhan yang dialamatkan kepada R dan L. Mereka dituduh melakukan pungutan liar (pungli) kepada para supir truk dan seorang pembeli cangkang sawit serta kernel di pabrik perusahaan. Namun, bagi mereka, apa yang terjadi bukanlah pungli. “Uang itu tip,” ujar L dengan suara pelan, matanya berkilat lelah. “Itu tanda terima kasih dari supir dan pembeli karena kami membantu mereka mencarikan truk untuk pengangkutan,” tambahnya saat ditemui, Minggu (20/10/2024).
Klarifikasi dari pihak pembeli pun sejalan. Mereka mengaku bahwa uang yang diberikan hanyalah tip, bukan pungli yang dipaksakan. Para supir juga membenarkan hal tersebut, menyatakan bahwa pemberian uang tersebut adalah uang rokok yang diberikan sukarela, tanpa tekanan apapun.
Namun, bagi perusahaan, situasi ini seakan menjadi lebih besar dari sekadar uang tip. R dan L diminta untuk mengembalikan semua uang yang pernah mereka terima selama bertahun-tahun bekerja. Jumlahnya tak main-main, R dituntut Rp 84 juta, sementara L harus mengembalikan Rp 57 juta. Tak hanya itu, mereka juga disodori surat pengunduran diri untuk ditandatangani, seolah-olah perusahaan ingin menutup bab ini dengan cepat dan tanpa jejak.
Penahanan mereka yang berlangsung selama lebih dari 2×24 jam jelas melanggar hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, ini pelanggaran Hak Asasi Manusia, tegas seorang ahli hukum yang dikutip dari HukumOnline.com. Menurut Pasal 28G UUD 1945 dan Pasal 333 KUHP, tindakan perusahaan yang menahan karyawan tanpa dasar hukum dapat dikenai sanksi pidana. Setiap orang memiliki hak untuk bebas bergerak, dan penahanan semacam ini jelas melanggar hukum.
Bagi R dan L, hari-hari panjang di mushola itu terasa seperti mimpi buruk. “Kami hanya ingin pulang,” lirih R, suaranya nyaris tak terdengar. Keduanya kini terperangkap antara tuduhan yang mereka rasa tak adil dan ketakutan akan masa depan pekerjaan mereka.
Di luar, keluarga mereka menanti dengan cemas. Anak-anak R dan L terus menanyakan kapan ayah mereka pulang. Harapan besar terletak di pundak perusahaan agar segera mengambil langkah bijak, melepaskan mereka dari jerat penyekapan ini, dan membiarkan mereka berkumpul kembali dengan keluarga yang telah menunggu.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Kemilau Indah Nusantara belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan tersebut. Di sisi lain, tekanan semakin meningkat dari keluarga yang berharap keadilan segera ditegakkan.
Bagi R dan L, mushola itu kini terasa seperti penjara yang tak berterali, mengurung mereka dalam penantian tanpa kepastian, dengan hanya satu doa di hati mereka-untuk segera pulang. (*).