Gua Arca Dibalik Sejarah Kerajaan Martapura
Kronikkaltim.com – Angin berhembus lembut ketika kaki melangkah masuk ke mulut Gua yang tersusun dari batuan karst. Itulah kenapa Gua yang masuk dalam gugusan Gua Kongbeng itu, disebut Gua Angin. Dingin sesekali bersemayam dalam gelap, ditemani suara percikan air yang jatuh dalam kubangan batu berusia ratusan tahun.
Gua Kongbeng secara administrasi berada di Desa Kongbeng Indah, Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur. Dari ibukota Kecamatan, dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk sampai ke lokasi. Melewati jalan perkebunan kelapa sawit yang belum beraspal, Gua Kongbeng ibarat oase di tengah hamparan kebun kelapa sawit.
Sebagai saksi sejarah perkembangan peradaban, Gua Kongbeng ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia, tahun 2016.
Selain karena usianya yang hitungan ribuan tahun, Gua Kongbeng menyimpan benda peninggalan bersejarah berupa Arca. Tiga Arca peninggalan Kerajaan Martapura itu ditemukan di Gua Patung, satu dari puluhan gugusan Gua Kongbeng.
Secara umum, ada tiga gugusan Gua Kongbeng yang dikenal luas oleh pengunjung, diantaranya, Gua Angin, Gua Patung, dan Gua Kalimantan. Topografi Gua Angin yang berada di mulut Gua Kongbeng terbilang lebih landai. Tidak perlu menanjak untuk mencapai titik terdalam sejauh 200 meter dari mulut Gua. Karena tidak ada penetrasi cahaya matahari, dibutuhkan bantuan penerangan.
Berbeda dengan Gua Patung. Gua ini berada di bagian Selatan Gua Angin. Posisinya yang terjal, membuat pengunjung harus melintasi jalan berliku. Diantaranya, ada tangga permanen yang dibuat untuk memudahkan pengunjung. Sebagian masih alami, menggunakan celah batu yang bisa menjadi tempat berpijak.
Di Puncak Gua Patung terdapat tiga Arca peninggalan Kerajaan Martapura. Keberadaan tiga Arca itulah yang membuat Gua ini disebut Gua Patung. Kendati tidak lagi utuh, dua diantara Arca tersebut, ditetapkan menjadi barang peninggalan sejarah dan dilindungi sebagai Cagar Budaya.
Arca pertama yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya adalah patung jelmaan dewa dengan kondisi terawat, kendati tidak utuh, karena khilangnya sebagian anggota tubuh seperti kepala patung. Arca yang terbuat dari Batu Andesit ini, berukuran tinggi 54 cm, dengan lebar 47 cm, serta tebal 22 cm.
Tidak jauh berbeda dengan Arca pertama, Arca kedua juga ditemukan dalam keadaan tidak utuh dengan bagian kepala yang hilang. Tetapi, Arca kedua berukuran lebih lebar dan tebal, dengan ukuran lebar 54 cm, dan tebal 26 cm. Kendati lebih lebar, Arca kedua lebih pendek dibanding Arca pertama, karena memiliki tinggi 40 cm.
Berdasarkan hasil penelitian tim Cagar Budaya Kemdikbud RI, kedua arca tersebut merupakan bukti penyebaran agama Hindu dan Budha di Kalimantan Timur. Arca tersebut diperkirakan berasal dari Kerajaan Martapura (Kerajaan Kutai Muara Kaman) yang terletak di kawasan Muara Kaman, yang saat ini secara administrasi berada di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Arca tersebut diperkirakan dilarikan ke daerah Pantun, yang saat ini disebut sebagai Gua Kongbeng, pada saat Kerajaan Martapura diserang Kerajaan Kutai Kartanegara di abad ke-17. Pada masa itu, Kerajaan Martapura dipimpin Raja Darmasetia. Sedangkan Kerajaan Kutai Kartanegara dipimpin Pangeran Sinum Mendapa.
Karena terkait dengan kepercayaan umat Hindu, Arca tersebut kerap menjadi media ibadah umat Hindu di kawasan sekitar. Dalam hari-hari besar keagamaan, Gua Patung ramai dikunjungi umat Hindu yang ingin beribadah. Mereka menyelimuti Arca dengan balutan kain kuning, serta membawa sejumlah dupa, sebagai bagian dari ritual ibadah.
Selain Gua Angin dan Gua Patung, Gua Kalimantan yang berada tak jauh dari Gua Patung juga dianggap menyisakan kisah tentang gambaran Pulau Kalimantan yang terpatri di dasar lantai Gua. Atas dasar itu, pengunjung menyematkan nama Gua Kalimantan. (Red).