Bupati Kutim Ingin Bandara Tanjung Bara Diambil Alih Negara Jadi Bandara Komersial

Kronikkaltim.com – Bupati Kutai Timur (Kutim), Ardiansyah Sulaiman mengusulkan perubahan status Bandara Tanjung Bara milik PT Kaltim Prima Coal (KPC), menjadi bandara komersial sehingga bisa digunakan oleh masyarakat umum.
Usulan itu bukan tanpa alasan, menurut Ardiansyah, Kutim yang merupakan benteng pertahanan dalam kaitan Kaltim sebagai Ibukota Negara (IKN) sudah selayaknya memiliki bandara komersial, pendukung pertahanan nasional dan penyangga ekonomi di wilayah timur.
“Saya mengusulkan Bandara Tanjung Bara harus diambil alih oleh negara, kemudian diperluas menjadi bandara komersial. Bandara Tanjung Bara nanti saya usulkan menjadi bandara komersial sebagai daerah pertahanan dan komersial di wilayah timur,” ucap Ardiansyah saat hearing dengan TPAD dan PT KPC di Gedung DPRD Kutim, Rabu (15/12/2021).
Wilayah konsesi PT KPC di Kutim kurang lebih seluas 90.938 hektare dengan kapasitas produksi mencapai lebih dari 50 juta ton per tahun. Sebagai perusahaan batu bara yang akan berkahir kontrak izin operasionalnya, maka PT KPC harus siap mengkonversi status PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melanjutkan operasionalnya, ini mengacu Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
UU Minerba yang baru (UU No. 3/2020) selain memberikan kepastian hukum bagi perpanjangan/konversi KK/PKP2B menjadi IUPK Operasi Produksi, juga mengatur beberapa hal penting. Kewenangan pengelolaan minerba yang sebelumnya didelegasikan oleh pemerintah ke pemerintah daerah, di dalam UU Minerba baru kewenangan berada ditangan pemerintah pusat. UU No. 3/2020 menetapkan sumber daya mineral dan batubara adalah kekayaan nasional oleh karena itu pengelolaannya dibawah kendali pemerintah pusat.
“Jadi ini kesempatan kita untuk mengusulkan Badara Tanjung Bara diambil alih oleh negara untuk jadi badara komersial,” jelas Ardiansyah.
Opsi Bandara Tanjung Bara jadi badara komersial di Kutim, kata Ardiansyah, karena pembangunan bandara tidak mungkin dilaksanakan di Eks lapangan terbang milik Pertamina EP Sangatta di Desa Sangkima. (Red).