Aspirasi Paguyuban Forum Masyarakat Kutim Direspon Tuntas oleh Dewan

Kronikkaltim.com – Ketua Paguyuban Forum Masyarakat Kutai Timur (Kutim), H. Baharuddin Hanna turut menyampaikan aspirasinya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dewan bersama Adat Besar Kutai Kabupaten Kutim (ABKKT) yang digelar di ruang hearing Sekretariat DPRD Kutim, Bukit Pelangi, Kamis, 23 Juni 2021.

Kata dia, terdapat keresahan bagi masyarakat memikirkan mengenai kontrak perusahaan yang baru terhadap pemberdayaan masyarakat daerah. Pemberdayan dalam bentuk CSR sebesar perlu ditinjau kembali.

“CSR pernah dimohonkan untuk digambarkan dalam APBD namun tidak pernah direalisasikan,” tuturnya.

Disamping itu, Baharuddin juga menyatakan bahwa masyarakat sangat berharap kepada DPRD agar dapat disampaikan melalui reses mengenai anggaran dan masalah ketenagakerjaan.

“Jangan sampai terjadi ayam mati di lumbung padi. Padahal sebagaimana diketahui bahwa di Kutai Timur terdapat beberapa perusahaan besar yang bertaraf international yang belum maksimal dinikmati masyarakat Kutim,” ujarnya.

Dikatakannya, terdapat beberapa perusahaan membentuk anak perusahaan dari induk perusahaan yang belum dapat dinikmati juga oleh masyarakat Kutim. Dia juga menyarakan agar perusahaan membatasi operasional transportasinya di dalam kota karena sudah disiapkan terminal khusus dan dapat mengganggu aktivitas masyarakat.

“Mohon juga kembali peninjauan Perda Adat Kutim yang dinilai sudah tidak selaras dengan perkembangan zaman,” tutur Baharuddin.

Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan merespon tunas aspirasi dan masukan dari Paguyuban Forum Masyarakat Kutim. Dia juga menyatakan akan meninjau Perda Adat yang dimaksudkan tersebut. Ini seiring dengan digodoknya Perda tentang ketenagakerjaan.

Dalam Perda ketenagakerjaan, kata Arfan, diiusulkan 10 tenaga Kerja lokal 1 tenaga kerja luar seperti yang berlaku di Papua.

Terkait masalah bus, Arfan menyatakan, sudah diusahakan oleh DPRD agar tidak masuk dalam kota dan akan dimasukkan dalam Perda ketenagakerjaan yang dapat mengikat dan mengatur kearifan lokal tenaga kerja di Kutim.

“Desakan mengenai penetapan Perda Ketenagakerjaan agak terhambat karena pandemi Covid-19,” tuturnya. (Adv).