Hukum Menerima Uang Agar Mempengaruhi Pilhan di Pilkada Menurut Ilmu Fikih Kontemporer

Ilustrasi

Kronikkaltim.com –  Menjelang pemilukada atau pilkada serentak 2020 tengah dilakukannya pengenalan diri kepada masyarakat dari calon-calon kandiat yang bertarung di pesta demokrasi tersebut.

Terkadang berbagai cara dilakulan calon kandidat, mulai dari pemasangan spanduk, hingga kepada bantuan berupa materi kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menarik hati dan suara masyarakat agar memilih calon atau pasangan calon disaat pencoblosan berlangsung.

Lantas, bagaimana hukum menerima uang untuk memilih salah satu pasangan calon, apa uang tersebut halal atau haram?

Dari konsultasi syariah dijelaskan oleh Ustadz Ammi Nur Baits selaku Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com, adalah tujuan utama money politic, nyebar duit ketika pemilu adalah membeli suara.

Uang yang diberikan oleh calon atau tim kandidat kepada masyarakat, tujuannya menggiring mereka untuk mendukung mereka, tanpa memandang baik dan buruknya karakter mereka. Karena itu bisa jadi uang ini diterima dalam rangka membela dan membenarkan kebatilan. Dan ini semakna dengan risywah (suap).

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan: Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan (oleh seseorang) untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 24/256).

Sementara itu dari Ibnu Abidin menjelaskan: Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau yang lainnya, agar memberi keputusan yang menguntungkan dirinya atau memaksanya untuk melakukan apa yang dia inginkan. (Hasyiyah Ibn Abidin, 5/502)

Disisi lai, Syaikh Ibnu Baz dalam fatwanya menjelaskan keterangan Ibn Abidin tersebut, “Dari apa yang disampaikan Ibn Abidin, jelaslah bahwa suap bentuknya lebih umum, tidak hanya berupa harta atau jasa tertentu, untuk mempengaruhi hakim agar memutuskan sesuai keinginannya. Sementara yang menjadi sasaran suap adalah semua orang yang diharapkan bisa membantu kepentingan penyuap. Baik kepala pemerintahan, maupun para pegawainya.”

Maksud Ibn Abidin, adalah agar memberi keputusan yang menguntungkan dirinya atau memaksanya untuk melakukan apa yang dia inginkan” adalah mewujudkan apa yang menjadi tujuan dan keinginan penyuap. Baik dengan alasan yang benar maupun salah.” Dikutip dari Majmu’ Fatawa Ibn Baz, 23/223 – 224

Untuk itulah, para ahli fikih kontemporer, terutama ulama Mesir, menyebut praktek money politic dengan istilah ar-Risywah al-Intikhabiyah (sogok pemilu). Dan mereka menegaskan bahwa praktek semacam ini termasuk tindakan haram dan melanggar aturan syariat.(*).