Kecelakaan Laut Berakibat Tumpahan Minyak yang Dapat Mencemari Lingkungan

Anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Pantai Utara Jawa Karawang, Jawa Barat, mengalami kebocoran, sejak Jumat (12/7). FOTO: DITJEN HUBLA

Kronikkaltim.com – Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Ahmad mengatakan, padatnya lalu lintas kapal di seluruh perairan Indonesia berpotensi terjadinya kecelakaan di laut. Hal ini berakibat terjadi tumpahan minyak yang dapat mencemarkan atau merusak lingkungan laut dan sungai.

Menurut Ahmad, semua kegiatan yang dilakukan di perairan, baik itu di laut maupun di sungai seperti pelayaran, pengusahaan minyak dan gas bumi, serta aktivitas lainnya ada risiko terjadinya kecelakaan.

Untuk itu, dalam Webinar Hukum Laut yang diselenggarakan oleh Dinas Pembinaan Hukum TNI Angkatan Laut, Rabu (2/9), Ahmad mengatakan, Indonesia sangat memerlukan adanya sistem tindakan penanggulangan tumpahan minyak yang cepat, tepat, dan terkoordinasi.

Webinar Hukum Laut ini dibuka oleh Laksamana Pertama TNI Kresno Buntoro selaku Kepala Dinas Hukum TNI Angkatan Laut.

Webinar menghadirkan beberapa narasumber diantaranya dari Kemenhub, Direktorat Pengendalian Pencemaran & Kerusakan Pesisir dan Laut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Direktur PT Slickbar Indonesia dengan moderator Presenter TV One.

Ahmad mengatakan, beberapa kejadian pencemaran laut yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan koordinasi yang akurat dengan berbagai instansi terkait. Antara lain saat terjadi kebocoran minyak akibat ledakan di The Montara Well Head Platform di Blok West Atlas-Laut Timor Perairan Australia yakni pada posisi 120 41’ LS 1240 32’BT.

Kebocoran ini mengakibatkan kebocoran minyak (light crude oil) dan gas hydrokarbon dengan estimasi tumpahan 400 barel/hari (64 ton/hari) pada 21 Agustus 2009.

Begitu juga dengan kejadian tumpahan Minyak di Balikpapan pada tanggal 31 Maret 2018 di Perairan Teluk Balikpapan. Hal ini diakibatkan dari kebocoran pipa bawah laut milik PT Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) V Balikpapan dari terminal Lawe-lawe, Penajam, Paser Utara menuju RU V di Balikpapan.

Kemudian, terjadinya tumpahan Minyak Platform YYA-1 milik PHE ONWJ terjadi pada tanggal 12 Juli 2019.

Menurut Ahmad, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya minyak dan/atau bahan lain ke dalam perairan dan Pelabuhan sehingga melampaui baku mutu yang ditetapkan.

Sesuai dengan pasal 1, Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan secara cepat, tepat dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisir kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.

“Dengan demikian setiap terjadinya tumpahan minyak di laut sangat diperlukan adanya penanganan yang cepat, tepat dan koordinasi yang baik antara instansi terkait, sehingga akan meminimalisir kerugian masyarakat maupun kerusakan lingkungan laut lainnya,” kata Ahmad.

Sumber: darilaut.id