Orang Tua dan Yayasan Tunas Cahaya Bangsa Balikpapan Saling Tuntut Masalah Penolakan Sekolah
Kronikkaltim.com – Agus Amri kembali menuntut Yayasan Tunas Cahaya Bangsa Balikpapan mewakili kliennya yang juga para orangtua siswa untuk menerima kembali anak-anak kliennya bersekolah di SD, SMP, dan SMA di bawah yayasan tersebut.
“Sebelumnya kami sudah mengirim somasi, yang ancamannya terakhir hari ini,” kata Agus Amri di Balikpapan, Rabu 8/07/2020.
terdapat 7 anak yang ditolak untuk mengikuti tahun pelajaran baru yang akan segera berlangsung Juli ini. Padahal Orangtua telah melakukan pembayaran annual fee tapi oleh sekolah lalu dikembalikan.
“Yang saya sesalkan, salah satu anak mendapat perlakuan pengembalian annual fee yang disertakan dengan buku rapor dan barang-barang pribadinya,” tutur Amri.
Annual fee (biaya tahunan) adalah uang kegiatan tahunan, lebih kurang seperti SPP pada sekolah lain. Annual fee ini menjadi syarat untuk mengikuti pendidikan di tahun ajaran berikutnya. Menurut Amri, mengembalikan uang pembayaran itu sama saja dengan menolak anak belajar di sekolah tersebut.
Karena intimidasi itu, seorang orangtua murid yang masih SD terpaksa memindahkan anaknya ke sekolah lain. Bila permintaan dalam somasi ini ditolak, Amri juga bersama pengacara Gesta Padang dan Yohannis Maroko, mengancam membawa masalah ini ke ranah hukum.
“Jangan pernah membatasi hak anak untuk mendapatkan pendidikan di tempat yang dia mau,” jelas Amri.
sesuai Pasal 77 Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, sekolah akan diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta sebab telah melakukan perbuatan diskriminatif terhadap anak.
“Tapi kami cukup minta anak-anak bisa sekolah lagi, permintaan maaf dari sekolah, dan uang ganti rugi Rp5,” kata Amri.
Sedangkan, dalam siaran pers pihak sekolah membantah sudah mengeluarkan para siswa tersebut. Bendaraha II Sekolah Widya Disriyati didampingi Kuasa Hukum Yayasan Robert Andarias membantah sekolah sudah mengeluarkan para siswa yang dimaksud. Para siswa tersebut saat ini masih berstatus peserta didik sekolah Harapan Bangsa.
“Karena kami tidak pernah mengeluarkan surat drop out untuk anak-anak itu,” ungkap Widya.
Widya juga mengatakan bahwa hubungan para orangtua murid dan pihak manajemen sekolah sudah tidak harmonis lagi, pihak sekolah kemudian memutuskan menyarankan para orangtua atau wali murid agar mencari sekolah lain di mana mereka bisa menjadi partner dalam hal pendidikan anaknya, yaitu sekolah yang memiliki kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan yang sesuai dengan maunya orang tua.
Namun demikian, pihaknya tetap membuka pintu apabila orangtua/wali murid menginginkan anaknya tetap bersekolah di Sekolah Harapan Bangsa.
“Namun dengan catatan wali murid harus menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada pihak sekolah lantaran dianggap telah memperkeruh suasana,” tegas Robert.