Peran Korupsi dan Politik Pasutri Kutim 1 serta Keterlibatan Rekanan Dalam Proyek Infrastruktur

Kronikkaltim.com – Penangkapan Ismunandar selaku Bupati Kutai Timur (Kutim), dan Encek UR Firgasih selaku ketua DPRD Kutim, yang mana keduanya juga adalah pasangan suami istri (Pasutri), menjadi titik terang dari terbongkarnya skandal politik dan korupsi berjamaah proyek yang terjadi di 2019-2020. Terdapat nama-nama rekanan dan pengerjaan infrastruktur yang telah dimenangkan sebelum lelang dengan fee 10%.

Hal ini tim kronikkaltim.com rangkum dalam Peran Korupsi Pasutri Kutim 1 serta Keterlibatan Rekanan Dalam Proyek Infrastruktur. Sesuai yang disampaikan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomalango, bahwa skandal korupsi infrastruktur di Kutim yang melibatkan tujuh tersangka, yaitu ISM Bupati Kutim, EU Ketua DPRD Kutim, MUS Kepala Bappenda, SUR Kepala BPKAD, ASW Kepala Dinas PU, AM dan DA sebagai Rekanan, telah berlangsung cukup lama.

“Tujuh tersangka, ini diantaranya adalah pejabat dan kontraktor yang saling terikat dengan perjanjian proyek infrastruktur,” jelas Nawawi pada Jumat, 3 Maret 2020 di gedung KPK.

Namun kasus yang  diterima KPK secara spesifik hanya melibatkan proyek di 2020. Peran ketujuh tersangka, saling menopang dan saling terikat dalam memainkan proyek-proyek infrastruktur di Kutim. Bila melihat data KPK, peran AM dan DA yang bekerja sebagai rekanan, jelas mendapat keuntungan yang cukup besar  dalam setiap proyek yang dimenangkannya.

“Sebelumnya terdapat penerimaan uang THR dari AM untuk masing-masing Rp.100 juta untuk ISM, MUS, SUR, dan ASW pada tanggal 19 mei 2020,” jelas Nawawi.

AM dan DA sebagai salah satu kontraktor, cuma wajib menyetor fee sebesar 10%, dan tidak perlu bersusah payah mengikuti jalur lelang yang adil dengan berkompetisi sesuai dengan kualitas pengalaman kerja perusahaannya untuk mendapatkan sebuah proyek. Hal ini juga memastikan bahwa sebaik, dan sebagus apapun pengalaman sebuah perusahaan yang bersaing dalam lelang adil dengan perusahaan AM dan DA, dipastikan perusahaan tersebut akan kalah, tanpa harus melihat kualifikasi dan gerak pengalaman sebuah perusahaan.

Pembayaran yang diberikan AM dan DA ini kemudian diatur oleh SUR selaku kepala BPKAD Kutim, yang bertugas mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan

“Bahwa 11 juni 2020, diduga terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan AM selaku rekanan Dinas PU Kutim, sebesar Rp.550 juta dan dari DA selaku rekanan Dinas Pendidikan RP.2, 1 M Kepada ISM selaku Bupati Kutim melalui SUR, selaku kepala BPKAD, dan MUS selaku Kepala Bappenda bersama EU selaku ketua DPRD Kutim,” jelas Nawawi.

Kembali melihat data KPK, Pemenangan AM dalam proyek Dinas PU Kutim dijabarkan  melalui beberapa proyek yang terikat dengan pembangunan infrastruktur sebagai berikut,

  • Pembangunan Embung Desa Maloy Kecamatan Sangkulirang sebesar Rp. 8,3 M di kerjakan oleh CV Permata Group MHN
  • Pembangunan Rumah Tahanan sebesar Rp. 1,7 M oleh CV Bebika Borneo
  • Peningkatan Jalan Poros Rantau Pulung sebesar Rp.9,6 M oleh CV Bulanda
  • Pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan sebesar Rp.1,8 M oleh CV Bulanda
  • Optimalisasi Pipa Air Bersih PT GAM senilan 5,1 M, oleh CV Cahaya Bintang
  • Pengadaan dan Pemasangan LPJU Jalan AP Pranoto Kota Sangatta, Senilai Rp.1,9 M, oleh PT Pesona Prima Gemilang.

Sedangankan peran DA, yang menjadi rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan senilai Rp.40 M, yang belum bisa dijelaskan KPK secara spesifik proyek yang dimenangkan. Dari sinilah peran MA dan DA menjadi penting dalam meningkatkan  pundi-pundi saldo rekening dari para pejabat Negara yang ikut terikat dalam korupsi infrastruktur ini.

Dari sisi pejabat Negara, kasus korupsi berjamaah dalam sebuah proyek pemerintah telah menjadi rahasia umum di masyarakat. Peran ISM dan EU sebagai pejabat tinggi Kutim 1 dalam lembaga legislative dan eksekutif, sangat krusial, karena dapat menjamin tidak adanya pemotongan anggaran rekanan, hingga intervensi penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Pemkab Kutim.

Namun Selaku Bupati Kutim dan Ketua DPRD Kutim Pasutri, hanya cukup mengatur semua pergerakan pejabat di bawahnya untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Disinilah peran MUS yang menjabat sebagai kepala Bappenda Kutim, yang juga menjadi orang kepercayaan ISM, yang bertugas untuk melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan PU Kutim.

Peran MUS yang menjadi jendral lapangan dan bendahara yang mengumpulkan semua uang proyek secara cash dan diamankan dalam saldo rekeningnya dibuktikan KPK lewat transaksi pada 12 Juni 2020, yang mana MUS menyetorkan uang ke beberapa rekening, atas namanya sendiri, yang mana diantaranya Bank Syariah Mandiri, sebesar Rp.400 juta, Bank Mandiri sebesar Rp.900 juta, dan Bank Mega sebesar Rp.800 juta.

Sebagai bendahara ISM, MUS kemudian mengelolah keuangan tersebut dan diberikan kepada ISM sesuai dengan kebutuhan. Hal ini terbukti melalui pembayaran untuk kepentingan ISM melalui rekening atas nama Mus diantaranya,  pada tanggal 23-30 juli 2020 untuk pembayaran Isuzu Samarinda, atas pembelian L sebesar Rp.510 juta.

“Pada tanggal 1 juli 2020 MUS juga mengatur pembelian tiket ke Jakarta sebesar Rp.33 juta,  pada tanggal 2 Juli 2020, untuk pembayaran hotel di Jakarta, sejumlah Rp.15,2 juta,” jelas Nawawi.

Disisi politik, Kunjungan Rombongan ISM ke Jakarta untuk mengikuti Kegiatan sosialisasi Pencalonan Bupati Kutim 2021-2004, juga melahirkan spekulasi adanya mahar politik yang akan diberikan ISM, lewat barang bukti yang cukup mencurigakan untuk berpergian yaitu buku tabungan dengan total 4,8 M serta sertifikat dan deposito sebesar 1,2 M. Selain itu terdapat bukti transfer bank atas nama Aini sebesar Rp. 125 juta untuk kepentingan kampanye ISM,  dan bukti penerimaan ATM atas nama Irwansyah, saudara dari DA dan diserahkan pada EU sebesar Rp.200 juta.

Sedangkan Peran SUR selaku kepala BPKAD Kutim tidak banyak disebutkan dalam kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, namun perannya untuk mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan telah dijelaskan dalam proses pembayaran yang wajib dilakukan AM dan DA. Sedangkan  ASW selaku kepala Dinas PU yang memiliki peran lapangan untuk mengatur pembagian jatah proyek yang akan menjadi pemenang.

“Atas tindakan mereka, kami menyimpulkan adanya dugaan tindakan korupsi, terkait pekerjaan 2019-2020,” jelas Nawawi.

Kelima tersangka yang juga pejabat Negara akan dikenakan Pasal 12 Ayat (1) huruf B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan, para tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf A atau B atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sebagai catatan, untuk pengembangan penyelidikan, terhadap tujuh tersangka, KPK melakukan tindakan penahanan yang akan dilaksanakan selama 20 hari sejak 3 juli -22 juli 2020, yang tersebar di Rutan KPK, Rutan Kepolisian RI.