Cerita Petani Kutim Bertahan dari Kepungan Tambang dan Alih Fungsi Lahan
KRONIKKALTIM.COM – Geliat ekonomi terus berjalan, demikian tampak di Desa Cipta Graha, Kecamatan Kaubun, Kutai Timur (Kutim), Kaltim. Tersedia lahan siap olah/tanam untuk kegiatan padi sawah seluas 300 hektar. Dari keseluruhan lahan sawah potensial di derah ini bekisar 600 hektar hingga 800 hektare.
Dipatok mampu berproduksi 5 hingga 6 ton per hektar, potensi desa paling utara kabupaten kaya “emas hitam” ini terancam alih fungsi lahan juga alih komoditas yang dilakoni para petaninya. Pun dikhawatirkan, mereka beralih profesi menjadi pekerja tambang.
Optimisme muncul di segenap jajaran pemerintah provinsi maupun kabupaten. Dan selalu memacu semangat para pelaku utama (petani) agar tetap “terangsang” selalu setia menekuni usaha bergelut lumpur dengan tidak mengganti komoditas maupun meninggalkannya beralih profesi demi menjaga “perut rakyat”.
“Pemerintah harus membangun komitmen bersama membantu alat mesin pertanian, benih, sarana prasarana serta pupuk. Jalan-jalan produksi pertanian ditingkatkan dan bendungan bisa dinormalisasi,” kata Muhammad Sahdan, petani yang dipercaya menjadi Kepala Desa Cipta Graha.
Sahdan mengungkapkan di wilayah desanya saat ini, lahan pertanian (sawah) telah dikepung komoditas lain (kelapa sawit) dan kegiatan pertambangan batu bara. Dikhawatirkan kelapa sawit membuat petani tergiur beralih komoditas padi sawahnya. Demikian pula, pertambangan batu bara ditakutkan menggerus idealisme petani millennial akan meninggalkan sawah-sawah mereka untuk beralih profesi sebagai pekerja tambang.
“Saya dan kami semua petani di sini khawatir 15 tahun ke depan, sawah di Cipta Graha ini tinggal cerita,” ujarnya lagi.
Namun, semangat itu ternyata masih ada untuk mempertahankan lahan persawahan oleh para petani lanjut. Seperti warga Desa Bumi Rapak, tetangga Desa Cipta Graha yang terdiri para transmigran dari Bali yang menempati kawasan itu sejak 1989. Bahkan masih setia dan bertekad tidak akan meninggalkan sawah-sawahnya, hanya tergiur komoditas dan usaha lain.
Sesuai pengakuan Ketut Sutama, petani juga Ketua Kelompok Tani Bhuwana Sari Desa Bumi Rapak Kecamatan Kaubun. Dimana, mampu menghasilkan 5,5 ton hingga 6 ton per hektar gabah basah atau setara 2 ton hingga 2,5 ton beras dengan kisaran harga Rp9.000 sampai Rp9.500 per kilogram.
“Mulai transmigrasinya tahun 1989 sampai sekarang. Ya mengerjakan padi sawah. Kita di sini banyak masalah hama, obat-obatan dan pupuk. Kita masih usaha sendiri. Alhamdulillah, masih bisa bertahan dari sawit. Kami sudah komitmen mempertahankan lahan sawah di sini,” ujar Ketut yang masih berharap dukungan dan perhatian pemerintah.
Keberlanjutan usaha pertanian tanaman pangan, khususnya padi tidak akan berkesinambungan apabila sendi-sendi penunjangnya tidak tersedia. Di antaranya, benih dari para penangkar atau pembudidaya benih padi.
Salah satunya, Waluyo selain petani dan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Cipta Karya Desa Cipta Graha. Juga, Direktur Gudang Padi Penangkar (GPP)/Rice Milling Unit (RMU) Gapoktan Cipta Karya.
“Penyediaan benih untuk kami di sini, stok yang ada 25 ton. Kemarin milik petani terjual 40 ton. Kebutuhan ratusan ton benih, sementara kapasitas gudang 50 ton. Harapannya, ada dukungan pemerintah memperluas gudang penangkar, sehingga mampu memenuhi kebutuhan benih petani kita di sini,” harap Waluyo.