Unmer-Pemkab Kutim Bahas Upaya Pecegahan Konflik Pekerja dengan Perusahaan

KRONIKKALTIM.COM – Konflik permasalahan pekerja di sektor perkebunan dan pertambangan di Kutai Timur (Kutim), menjadi hal yang perlu segera diselesaikan oleh Pemkab Kutim. Walaupun di tengah masa sulit pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.

Pemkab Kutim tentunya juga memerlukan saran, solusi, dan langkah konkrit terkait penanganan konflik tersebut. Untuk itu Pemkab mengganden Universitas Merdeka (Unmer) Malang, membahas hal tersebut melalui rapat video teleconference di Aula Kantor Bappeda Kutim, Senin (11/5/2020).

Dialog interaktif lewat sistem daring itu dihadiri langsung oleh Bupati Ismunandar, Wabup Kasmidi Bulang, Seskab Irawansyah, Kepala Bappeda Kutim Edward Azran. Bersama perwakilan Dosen Unmer yang kompeten di bidangnya. Yaitu Catur Wahyudi dan Sukardi menggunakan media aplikasi zoom. Membuka dialog, Bupati Ismunandar mengatakan Pemkab Kutim memerlukan data temuan penelitian dari Unmer. Dalam upaya penanganan konflik di sektor perkebunan dan pertambangan di Kutim.

“UMM bisa memaparkan data temuan penelitian karena hampir 70 persen terjadi konflik antara pekerja dan perusahaan yang ada di Kutim. Kami perlu masukan positif dari Unmer, terkait langkah ataupun kebijakan apa saja untuk segera mengatasi secera cepat penanganan konflik ini,” terang Ismu.

Ismu menambahkan selain bisa dipaparkan akar permasalahan konflik, Unmer bisa menjelaskan kajian sosiologinya.

Sementara itu Dosen Unmer Sukardi, dalam dialog itu menemukan sejumlah poin terjadinya konflik pekerja. Seperti perusahaan tidak adil dan diskriminatif, sistem mobilisasi bekerja pilih kasih dan pengupahan tidak fair. Berikutnya komunikasi mandor dan pengawas kurang baik dan tidak ada alternatif lain untuk mencari pendapatan.

Selanjutnya mogok kerja dan konflik memperbaiki posisi tawar, hak normatif pekerja perempuan diabaikan. Contohnya saja seperi kesehatan dan cuti, ketidak pastian dalam mobilisasi pekerja yang terus menerus, alasan kemunduran kinerja penjualan produk sawit yang tidak jelas dan tidak mungkin pulang kampung dalam keadaan gagal bekerja.

Disisi lain pekerja tidak mau mengerti kesulitan perusahaan. Contohnya saja ketika terjadi cast flow atau pasang surut pasar, pekerja tidak mau menerima penjelasan manajemen perusahaan. Selanjutnya pekerja juga banyak yang lebih percaya pada informasi kasak kusuk antar pekerja.

“Hal inilah yang harus diupayakan langkah pencegahan penyelesaian konflik, jika dibiarkan bisa meluas. Harus segera cepat ditangani,” paparnya.

Sementara itu, Dosen UMM Catur Wahyudi membeberkan langkah preventif pencegahan konflik dengan menyarankan Pemkab Kutim melakukan beberapa hal. Diantaranya dapat menyusun MoU asal pekerja supaya Pemkab mengerti beban besar angkatan pekerja yang meluber besar, bagaimana cara mengatasinya sejak awal.

“Ya lakukan sistem regulasi mengendalikan arus pekerja yang masuk. Bisa juga morotarium pekerja yang masuk ke Kutim. Hal lainnya bisa menyusun regulasi secara menyeluruh pedoman pengadaan perkebunan sawit menyangkut kompetensi, status dan jenis pekerjaan,” jelasnya.

Selanjutnya sistem informasi kerja bidang di pengupahan, jenis pekerjaan yang sedang berjalan serta mewajibkan perusahaan untuk melaporkan kinerja. Catur juga menginformasikan langkah alternatif lainnya yang bisa dimaksimalkan Pemkab Kutim. Seperti menyusun peta jumlah pekerja dan status pekerja di seluruh perusahaan. Berikutnya perlu disusun peta asal pekerja, umur, dan etnis dalam menyusun neraca potensi konflik dan antisipasi cara menanggulanginya. Kemudian perlu menyusun peta upah dan intensitas pelanggaran ke hak normatif pekerja. Melembagakan fungsi mediator dari Kantor Kemenakertrans dengan ditambah dari komponen asosiasi pekerja dan ikatan keluarga asal pekerja.

“Serta perlu menyusun sistem informasi ketenaga kerjaan sektor perkebunan sawit secara online dan pertambangan yang didalamnya menampilkan data real time,” tutupnya. (hms13/hms3)