Sosok NH Dini, Sastrawan Bedarah Bugis yang Muncul di Google Doodle Hari Ini

NH Dini, (femina.co.id)

KRONIKKALTIM.COM – Google Doodle menampilkan sosok NH Dini hari ini. Perempuan bernama asli Nurhayati Sri Hardinia Siti Nukatin tersebut adalah novelis terkenal berdarah Bugis, kelahiran Jawa Tengah, 29 Februari 1936. Ia meninggal dunia di usia 82 tahun pada 4 Desember 2018 lalu karena kecelakaan lalu lintas di Jalan Tol Tembalang, Semarang.Sosok Nh Dini Muncul di Google Doodle Hari Ini

Pada laman pencarian Google Doodle, Sabtu (29/2/2020), NH Dini dilustrasikan sebagai wanita yang sedang menulis dengan menghasilkan banyak lembaran. Google memperingati hari kelahirannya, yang hanya bisa di rayakan dalam 4 tahun sekali. Jika dia masih hidup, maka usiannya hari ini sudah memasuki 84 tahun.

Disalin dari laman Wikipedia.org, NH Dini dilahirkan dari pasangan RM. Saljowidjojo, seorang pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Ditilik dari silsilah keluarganya, Nh. Dini masih berdarah Bugis.

Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini, yang harus bekerja keras sebagai buruh batik setelah kematian suaminya, selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Panjebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.

Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.

Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.

Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRI Semarang dalam acara Tunas Mekar. Dini juga menulis untuk Majalah KISAH, dan SIASAT. Cerpen pertamanya, Pendurhaka, bahkan mendapat kritis positif dari H.B. Jassin tahun 1951. (ersa).