Lahan Dicaplok Perusahaan, Sihono Temui Komisi B DPRD Kutim
KRONIKKALTIM.COM – Masih terkenag diingatan Sihono Ilham, warga transmigrasi Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur (Kutim). Saat pihak perusahaan kelapa sawit datang dan mengajaknya kerjasama. Seketika tawaran tersebut ditolak lantaran dinilai tak menguntungakn, niat perusahaan itu pun mendadak ikut kandas hinga menemukan jalan pintas. Sihono menegaskan, tak ingin lokasi miliknya yang seluas 2 hektare di lahan dua itu digarap hanya dengan ganti rugi plasma.
Entah sejak kapan pihak perusahaan itu diam-diam menggarap lahan tersebut. Sihono berujar, “Tidak pernah terlibat dalam koperasi sebagai pentuk kerjasama dengan pihak perusahaan.”
Meski sudah diadukan berulang kali untuk dimediasi agar mendapat titik terang, namun saja tak membuahkan hasil. Sihono mengaku, sudah melaporkan masalah ini kepada dinas terkait dan ke kepala daerah. Jejak tahun 2010 silam baginya jadi saksi perjuangan. Tak hanya ke pemerintah daerah saja, tapi aduanya disebut bahkan sudah sampai di tangan wakil rakyat priode sebelumnya.
“Tapi tak ada penyelesaian. Tahun 2011 juga kita sudah mengadu tapi waktu itu putus di tengah jalan, sampai di tahun 2018 dan 2019 juga belum ada penyelesaian. Akhirnya saya mengadu lagi ke DPRD untuk di fasilitasi dan sudah sempat hearing dua kali dan dianjurkan untuk mediasi tapi pihak koperasi tidak mau merespon,” ujar Sihono di Sekretaiat DPRD Kutim, Bukit Pelangi, Selasa (25/2/2020).
Intinya, lanjut dia, pihak koperasi menginkan jalan prosedur. Sedangkan jalan prosuder yang dimaksud itu tak bisa dilaksanakan tampa ada perjanjian kerjasama sebelumnya.
“Sudah dijelaskan dalam hearing bahwa kita belum ada perjanjian kerjasama atau mendatangani perjanjian kerjasama dan diakui oleh koperasi,” terang Sihono.
Suhono kembali menegaskan, tidak pernah terlibat dalam koperasi sebagai pentuk kerjasama dengan pihak perusahaan. Hal ini dapat dibuktikan denagan data koperasi pertama yang kala itu diketuai Hartono.
“Di RAB-nya di 2013 bahwa saya bukan anggota koperasi dan pada waktu itu didata, yang mau bermitra atau di plasmakan dikerjakan dan yang tidak mau tidak atau ditinggalkan,” jelasnya.
Dia memastikan, jika lahan yang sudah digarap hingga membuahkan hasil itu sama sekali tidak pernah menerima uangnya sepeser pun.
“Sudah 5 tahun panen saya tidak pernah menerima 50 perak pun dari koperasi itu,” tutur Sihono.
Adapun jika dalam upaya medias nantinya tetap mengalami kebuntuan, Sihono berharap agar tetap mendapat pendampingan. Ini dimaksudkan dalam upaya melakukan penyelesaian secara hukum pedata di meja hijau.
“Sertifikat memang ada di saya yang jatah untuk transmigrasi 2 hektare itu, dan ini yang aslinaya,” pungkasnya. (arm/ersa).