Nur Kholifa Saing, Gadis dari Kutim yang Kuliah di China
KRONIKKALTIM.COM – Syarifa Nur Kholifa Saing, begitu nama lengkap Ifah di Ijazah tertulis. Gadis kelahiran Palandro, 3 Mei 2000 ini adalah anak tukang batu dari Kutai Timur (Kutim) yang kuliah di Hubei University For Nationalities, Hubei, China.
Ifah adalah anak sulung tiga bersaudara pasangan M Saing dengan Syarifah Mariam. Keluarga ini awalnya merupakan warga asal Palandro, Mallusetasi, Barru, Sulsel. Namun sejak 2000 lalu, mereka hijrah dan menetap di Kutim.
Sejak kecil Ifah pun menempuh pendidikan di tanah yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil batu bara terbesar di Indonesia ini. Tepatnya di RT 49, Desa Sangatta Utara, Kecematan Sangatta Uatara.
Hidup di perantauan ini tak lantas menjadikan keluarga Ifah diliputi kesuksesan. Berbagai tantangan hidup yang harus mereka lalui, tak terkecuali dalam urusan pendidikan. Untuk bisa terus bersekolah hingga ke jenjang lebih tinggi sedari awal pun harus dengan upaya dan kerja keras.
Namun hal tersebut, sama sekali tidak menyurutkan semangat gadis lulusan SMA Negeri 1 Sangatta Selatan ini untuk meraih impiannya. Di negeri Tirai Bambu itu, Ifah mengabil program studi Pendidikan Dokter. Amanah baginya adalah anugrah ilahi yang harus dibuktikan dengan rasa tanggung jawab.
“Rasa syukur yang saya pahami adalah mampu memanfaatkan sesuatu yang dianugrahkan Allah SWT menurut kehendaknya,” terang Ifah.
Hal ini dijelaskannya, agar sesuatu yang baik akan menjadi lebih baik lagi bagi orang-orang yang mengsyukurinya. “Terutama dari segi hakikat, nilai, wujud dan manfaatnya dimasa mendatang,” lanjut Ifah.
Berbeda dengan pelajar pada umumnya, Ifah memilih untuk terus tekun belajar. Ketekunannya itu membawanya menjadi salah satu peserta yang lulus di universitas di luar negeri tersebut.
Selain itu, gadis berhijab nan anggun ini juga memiliki segudang perestasi di bidang akademik. Diantaranya menjadi Juara Pertama pada Program Matematika Ilmu Pengathuan Alam 2018, dan pernah mendapatkan penghargaan sebagai salah satu siswa berprestasi akdemik lulusan Ke dua SMPN 3 Sangatta Utara, tahun 2015 lalu.
Ifah bisa dibilang sebagai siswi yang raijin, ulet dan cerdas. Di sekolah, Ia kerap mendapatkan perestasi membagakan sebagai juara atau rengking kelas. Tak salah jika keluarganya kemudian memberikan dukungan terhadap apa yang menjadi impiannya.
Disamping itu, Ifah di kalangan keluarga juga dikenal sebagai anak yang sabar dan tekun beribadah. Sebagi muslim, ia tidak hanya setia dengan shalat wajib lima waktunya. Tapi juga sunah, seperti shalat dhuha.
Lulus kuliah di Hubei University For Nationalities ini pun kini membuatnya tertantang. Hal ini di sadari bahwa kepercayaan yang diberikan tersebut merupakan suatu amanah yang harus buktikan secara bertanggung jawab, meskipun harus bekerja keras dan memutar otak untuk melewati biaya pendidikan per setiap semesternya.
Saat ini Ifah tengah mengijak semester tiga dan kembali menghadapi tantangan yang berat lantaran biaya pendidikan sebagai jurusan ilmu medis ini tergolong cukup tinggi. Dirinya pun berharap bisa mendapat dukungan moril serta ekonomi melalui program beasiswa atau non bea siswa program S1 Perguruan Tinggi Luar Negeri dari pemerintah daerah.
Dari segi ekonomi keluarga, mungkin tak banyak yang menduga jika Ifah bisa sekolah di luar negeri. Tapi itulah yang terjadi pada keluarga M Saing, meskipun dengan kerja keras siang dan malam agar tetap menyekolahkan anak sulungnya tersebut.
Sebab, untuk menunjang perkuliahan Ifah, dukungan finansial tentu sangat dibutuhkan. Mustahil memang rasanya seorang mahasiswi jurusan kedokteran tidak membutuhkan biaya tinggi. Namun kesadaran atas profesi ini mulia dan dapat membantu menolong banyak orang, tak salah jika M Saing juga menginginkan anaknya dengan jurusan tersebut.
Selain itu, Ifah juga memerlukan biaya hidup karena kuliah di luar negeri. Tentunya upah dari pekerjaan buruh bangunan tak mencukupi.
Untungnya, M Saing menemukan solusi. Dia sukses mendapat bantuan uang dari saudara jauhnya. Tapi itu artinya muncul masalah lain, sebab uang tersebut juga harus dikembalikan.
Setelah berpikir panjang, akhirnya dia memutuskan bekerja ekstra dengan memanfaatkan waktunya dengan baik. Pagi dia nguli, sore membantu istri melengkapi warung yang kebetulan juga dilakoninya itu.
Perkerjaan lain sebagai tambahan penghasilan, tak jarang M Saing tidak bekerja malam, seperti pemasangan keramik, cat dinding, instilasi listrik milik warga dan tetangga terdekat.
Harapannya, penghasilan semuanya cukup bisa dipakai untuk melunasi utang, kebutuhan keluarga dengan anak tiga dan biaya kuliah serta biaya hidup Ifah di negeri orang.
Namun sayangnya, pekerjaan- pekerjaan demikian itu ternyata musiman. Pekerjaan tersebut hanya bisa dilakukan jika ada permintaan. (ersa).
(berita ini pertama dimuat oleh penulis yang sama di analisnews.co.id dengan judul Syarifa Nur Kholifa Saing, Anak Tukang Batu dari Kutim yang Kuliah di China).