Kata Terakhir dari Seorang Ibu

KRONIKKALTIM.COMMagi’ muggattimana na‘” (kenapa cepat sekali nak)” begitu ucapan terakhir Etta-sebutan ibu kami, saat menjenguknya. Ungkapan dengan bahasa bugis itu ia sampaikan saat akan beranjak dari kediamannya.

Ini sebeneranya isyarat yang tidak kami dipahami, dia masih ingin anaknya menemaninya. Karena dua hari setelah di rawat di rumah sakit, Etta menghembuskan nafas terakhir. Ya, 25 Desember 2019, pukul 10.35 wita, orang tua tercinta yang melahirkan kami ini meninggal dunia.

Sebelumya, kami selalu beruasaha menjenguknya, meskipun dalam kondisi sesibuk apapun. Sebuah Jam alram telpon seluler jadi saksi, alaram itu selalu berdering tanda sepuluh menit waktu Etta makan obat. Namun, yang menyedihkan adalah saat detik-detik kepergiannya, saya tak berada disampingnya.

 

Ramlah binti tola

Kepergian Etta menyisahkan duka bagi keluarga kecil kami. Meskipun sebenarnya kami juga telah ihklas dengan semua apa yang sudah digarislan oleh sang khalik. Namun sebagai anaknya tentu saja kami merasa sangat kehilangan. Saya sendiri adalah anak ke tiga dari empat bersaudara. Kami berempat adalah anak laki-lakinya, ya bersaudara sedarah dan kandung laki-laki semuanya.

Sebenanya, tak ada tanda-tanda Eta akan pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Karena, setelah keluar rumah sakit, ia masih kuat berbicara. Bahkan pada hari terakhirnya, ia sempat membersihkan diri dan mandi serta menggosok gigi. Pasta gigi dan sikat itulah jadi pemberianku yang terakhir untuknya.

Sebelumnya, Etta sempat di rawat di rumah sakit kurang lebih 15 hari lamanya. Almarhuma awalnya masuk ke Rumah Sakit SOHC, kemudian di rujuk ke Rumah Sakit Meloy lalu terakhir di RSUD Kudungga.

Sebagai anak, menjaganya dirumah sakit merupakan sebuah tanggung jawab. Di ruang ICU RSUD Kudungga beliau terbaring lebih dari 10 hari. Penyakitnya diagnosa bermacam-macam, selain asma, tekan darah juga penyakit gula dan lain-lain.

Berdasarkan KTP, Etta dengan nama Ramlah binti Tola dilahirkan di Soppeng, Sulawesi Selatan pada, 13 Juni 1960. Sama dengan nenek atau ibunya Etta, ia dimakamkan di Pekuburan Masabang, Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Etta merupakan anak tertua dari lima bersaudara, pasangan Ta’ Monneng dan Ta’ Tono. Adapun saudara-saudaranya yakni, Hj. Mariam, Barakkasi, Fatruddin dan Hj. Ida Mayang Sari.

Malam ini, 31 Desember 2019, tepat malam ketujuh kepergian beliau. Tak banyak keluarga yang menemani kami saa ini, mungkin saja karena malam ini bertepatan dengan malam pergantian tahun, sehingga mereka sibuk dengan aktifitas masing-masing. Meski demikian saya sendiri pribadi sangat bersyukur, ditemani bapak dan tante-saudara bapak. Meskipun bapak juga sempat masuk rumah sakit setelah dua hari pasca Etta dikebumikan.

Sejatinya, sangat banyak yang ingin saya tuliskan disini, tapi untuk mempersingkat watu, inzinkan saya untuk menambahkan sebuah tulisan yang menurut saya sangat tepat mewakili apa yang ingin saya sampaikan. Ini mengenai pengorbanan sosok seorang ibu kepada anaknya. “Lelah ini tak akan mampu membalas apapun darimu, sekalipun hanya setarik nafasmu”.

“Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.” Sayup-sayup syair yang diucapkan pemuda Yaman itu timbul tenggelam di tengah gemuruh talbiyah. Ka’bah yang suci menjadi saksi bagaimana nafasnya tersengal-sengal dalam lelah lantaran di punggungnya terdapat seorang wanita tua.

Pemuda yang baik itu memang sangat mencintai Ibunya sehingga ia rela menjadi tunggangan bagi puncak ibadah wanita yang dicintainya itu. Sesudahnya, diiringi keringat yang bercucuran, pemuda yang baik itu mendatangi Ibnu Umar RA. “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepada Ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun hanya setarik nafas yang Ibumu keluarkan ketika beliau melahirkanmu ke dunia.”

Kisah yang dinukil dari Kitab Adabul Mufrad menjadi sebuah ilustrasi betapa kecilnya jasa seorang anak di hadapan ibundanya. Imam Adz-Dzahabi RA dalam kitabnya al-Kabaair, menjelaskan tentang besarnya jasa seorang Ibu terhadap anak, dan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.

Pertama, ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun. Kedua, dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya. Ketiga, dia telah menyusuimu, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu. Keempat, dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu daripada dirinya serta makanannya.

Kelima, dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Keenam, dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu. Ketujuh, seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.

Kedelapan, betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik. Kesembilan, dia selalu mendoakanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Kesepuluh, tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.

Kesebelas, engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Keduabelas, engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan. Ketigabelas, engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Keempatbelas, engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.

Kelimabelas, berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah. Keenambelas, engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek. Ketujuhbelas, engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.

Sungguh Allah SWT melalui firman-Nya (QS al-Ahqaaf :15; QS al-Isra’:23-24; QS an-Nisa:36; QS Luqman :15) dan Rasulullah SAW dalam hadisnya, telah memerintahkan kepada kita semua sebagai Muslim untuk senantiasa selalu menghormati, memuliakan, menaati perintah ibu yang tidak bertentang dengan perintah dan larangan-Nya, menyayanginya sampai akhir hayatnya, dan selalu mendoakannya ketika sudah wafat sekalipun.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rasulullah saw menjawab, ‘Ibumu!’ dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa lagi?, Rasulullah saw menjawab, ‘Ibumu!,’ orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?, Beliau menjawab, ‘Ibumu.” Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi,’ Rasulullah saw menjawab, ‘kemudian ayahmu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Selamat Jalan “Etta”, Semoga Engkau Tenang di Alam Sana. Amin (13 Juli 1960 – 25 Desember 2019). Allahummaghfir lana wa liwaalidaynaa warhamhuma kamaa rabbayanaa shighaaraa. “Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orangtua kami, dan sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi kami di waktu kecil” Amin. (*).